Bahasa dan Sastra Indonesia

Mac OS X 2 · é ATTR Pàw é ˜ Q ˜ Q com.apple.quarantine q/0000;4e8ce5d6;Firefox;7E947C50-954B-4C22-B7D2-A5298F64A0A6|org.mozilla.firefox

ada blog disini

Dynamic Glitter Text Generator at TextSpace.net

Entri Populer

Pages

30 Oktober, 2011

Transisi Kehidupan

Ini adalah cerpen karya saya.. enjoy ya.. :)

Transisi Kehidupan
Burung telah selesai bernyanyi, indah senja terlihat di ufuk barat. Entah sudah berapa lama Kevin duduk di pojok ruang kerja komputer. Letih tubuhnya, sesekali ia memejamkan mata dan merebahkan tubuhnya ke kursi panjang konu itu. Tak sekali pun ia selalu melewatkan waktu duduk di situ. Maklumlah Kevin saat ini sedang sibuk mencari kerja, menulis surat lamaran, mencari info kerja lewat browsing, koran dan memasukkan lamaran kerja ke kantor pos.
          Risau, galau, dan putus asa kerap kali muncul dalam hatinya. Delapan bulan sudah aku menganggur, lontang-lantung aku ke sana ke sini tapi masih saja nol. Tuhan beri hamba kekuatan, gumannya dalam hati. Tapi tak alasan untuk Kevin begitu saja menyerah, karena ia punya keluarga yang sangat menyayanginya, apalagi Sang ibunda yang selalu membesarkan hatinya saat jatuh dan terpuruk.
          Berjam-jam ia betah berdiam diri di sana. Ia tersadar dari lamunannya ketika mukanya terhempas oleh korden jendela di samping ia duduk tertiup angin. Entah kenapa Kevin langsung mengambil album foto yang nangkring di lemari itu. Dibukalah album pertama bersampul hijau tua, foto anak laki-laki memakai celana panjang hitam dan memakai kaos bergambar seorang satria dengan membawa sebuah pistol. Tak lain  dan tak bukan anak itu adalah Kevin, ia hanya tersenyum terheran melihat dirinya sendiri saat kecil. Masa kecilnya sungguh sangat bahagia. Terselip sebuah foto anak laki-laki remaja berseragam putih abu-abu dan seorang anak perempuan yang bertinggi semampai dengan rambut terurai panjang. Dan berdiri di sampingnya anak laki-laki seusia Kevin. Ya itulah Kevin saat SMA bersama sahabatnya dan teman perempuannya.
          Foto itulah yang mengingatkan Kevin akan masa lalunya yang menyenangkan dan menyedihkan pula beberapa tahun lalu. Ia teringat ketika ia masuk SMA Bina Bangsa, dan menjalani MOS (Masa Orientasi Siswa). Fase perubahan dari anak-anak menjadi remaja. Kawan, adalah hal pertama yang ia inginkan ketika dalam situasi baru. Dan saat itu pun Kevin belum mempunyai kawan satu pun. Saat bel istirahat berbunyi, Kevin duduk sendirian di depan kelas, tiba-tiba seorang anak lelaki menghampirinya, “Hey, aku Dewa! Kita kalau nggak salah dulu satu SMP ya? hmm ini kue buat kamu ?”. Itu adalah Dewa, teman satu SMP dengan Kevin namun mereka tak pernah bertegur sapa, bahkan mereka tak saling kenal. Kini menjadi sahabat pertama Kevin.
          Mereka sangat dekat, dan melalui kelas X dengan menyenangkan dan tak mungkin terlupakan. Bukan hanya Dewa sahabat Kevin, ada Dimas dan Rio. Mereka saling menghormati dan menjalani hari-hari dengan suka cita tanpa ada masalah yang berarti hingga berjalan waktu berjalan satu tahun lamanya. Tibalah waktunya naik ke kelas XI, mereka menjadi pemurung dan jarang berbicara karena mereka akan berpisah, tapi karena mereka laki-laki tak mungkin menunjukkan kesedihan. Tapi, mereka sungguh beruntung, mereka kembali bersama dalam satu kelas, kelas XI3. Menjalani masa-masa SMA dengan menyenangkan dan mencoba peruntungan mengenai cinta. Mereka berlomba-lomba melakukan trik-trik mencari perhatian dari teman lain jenisnya. Dari mulai Kevin yang pandai menulis puisi, Dewa yang ahli soal merayu, Dimas dan Rio yang pandai bermain gitar.
          Kebersamaan mereka terpisahkan saat mereka naik kelas XII, mereka tak lagi satu kelas. Mereka percaya meskipun tak lagi satu kelas tetap bisa seperti dulu. Tibalah di hari pertama pelajaran aktif, saat itu Kevin lupa membawa bolpoint. Kevin pun meminjam bolpoint pada Nita yang duduk di depannya. “Nit, boleh pinjem bolpoint nggak? aku lupa bawa nih!” kata Kevin. Segera Nita mengambil bolpoint dari pencil casenya. “Ini, sekolah kok lupa bawa bolpoint. Hahha.” ejek Nita.
          Tak disangka dari bolpoint itulah tumbuh rasa suka di hati Kevin, dengan duduk berurutan maka mereka saling berkomunikasi. Apalagi Nita seolah memberi harapan padanya, selalu mengingat untuk sholat, membangunkan untuk sahur. Maka tak beralasan jika Kevin tak menyukai Nita, selain cantik, tapi ia juga pandai dalam bidang akademik dan sangat perhatian. Tapi ia masih ragu terhadap perasaan di hatinya. Dipendam rasa cintanya terhadap Nita selama satu semester.
          Tepat pada semester kedua hari pertama hari Senin, Kevin mencoba memberanikan diri. Di hari itu ia mencoba menyatakan cinta, dan pada detik itu pula ia seolah terlahir dengan semangat tak terkira. Ia ingin membuktikan segala perngorbanannya pada Nita bahwa ia mampu menjadi yang terbaik untuk nya tanpa memikirkan yang akan terjadi nanti.
          Kevin mencoba mendekati Nita yang sedang duduk di taman sekolah sendirian, namun langkahnya terhenti ketika Dimas datang padanya dan membawa sebuah berita.
“Vin, udah tahu belum? Dewa udah jadian sama Nita, temen mu sekelas yang cantik itu lho......” katanya pada Kevin bersemangat.
Kevin mencoba menenangkan diri dan berkata, “Wah malah belum tahu tuh, nanti kalau ketemu kita kasih selamat!”
          Sulit ia mengira kehilangan yang ia cintai, sakit rasanya ia memikirkan nasib cintanya. Lemas tak berdaya tubuhnya, seolah pada detik itu nadinya tak berdetak lagi, remuk jantungnya. Kevin merasa bersalah karena tak bisa jaga diri Nita hingga kini dengan yang lain, tapi akan terasa sakit lagi bila ia tak bisa merelakan Nita untuk sahabat pertamanya, Dewa.
          Kevin berhenti sebentar untuk menarik nafas panjang. Setelah itu ia mencoba menenangkan pikiran yang tak karuan dan mengajak Dimas untuk menemunui Nita yang duduk di taman. Dari arah yang berbeda datang Dewa menemani Nita.
          “Hey Nit, Wa selamat ya! Kalian sekarang udah jadian. Kok nggak cerita-cerita sih?”
          “Sory ya Vin, sekarang kita jarang kumpul sih jadi belum crita.. hehee. Nanti kalau aku crita kamu nebak Nita duluan, Hahaha bercanda Vin..........................” cerita Dewa panjang lebar.
            “Iya thanks ya Vin, kapan kamu punya pacar? biar nggak iri sama kita.” Sahut Nita dengan senyumnya yang indah.
          Kevin hanya menjawab pertanyaan itu dengan senyum yang dipaksakan, gejolak batin semakin berkecamuk. Tak pernah sebelumnya ia mengalami kejadian seperti ini. Ketika orang yang dicintai menjadi milik orang lain yang merupakan sahabat sendiri. Kevin hanya bisa merelakan semua itu, sahabat lebih berarti.
          Waktu terus berlalu, setiap hari Kevin melihat kebersamaan Dewa dan Nita. Tapi kebersamaan mereka tak berjalan lama, baru lima bulan Dewa dan Nita berpacaran tapi mereka putus. Seharus itu adalah waktu yang tepat untuk Kevin mendekati Nita kembali seperti yang ia inginkan.
          Bagi Kevin semua sudah berakhir, ia tak mau dituduh sebagai perusak hubungan orang apalagi itu sahabatnya sendiri. Dewa yang merupakan sahabat pertamanya sungguh sangat berarti dibanding keinginan menjadi pacar Nita. Dan bukan hanya itu yang menjadi persoalan Kevin tak lagi mendekati Nita tapi karena mereka terbentur perbedaan keyakinan. Kevin yang beragama Islam sedangkan Nita beragama Hindu. Jadi itu sangat sulit untuk mereka bersatu, meskipun mereka saling menghargai. Kini Nita dan Kevin menjadi sahabat.
          Kelulusan pun tiba, saat yang menyedihkan karena mereka harus menentukan nasib, akan kemana mereka berkuliah. Kevin pun memutuskan meneruskan kuliah di Universitas Negeri di Jogja dan kawan-kawan lainnya meneruskan kuliah di Solo. Mereka tak lagi bersama seperti di SMA.
          Di kelas baru, suasana baru, dan teman baru. Kevin bersahabat dengan Deny, Bayu dan Satria. Karena mereka terlihat polos, pendiam, dan berasal dari kota kecil mereka mendapat julukan gank cupu.
          “Hay kalian itu lho polos banget, dasar gank cupu! Hahaaa” ejek salah satu mahasiswa dengan nada merendah.
          “Ya sudah memang seperti ini kami, mau diapakan lagi.” jawab Satria dengan ramah. Kevin, Bayu, dan Deny hanya tersenyum saja.
          Tapi julukan itu hanyalah julukan. Mereka tak pernah bolos kuliah, selalu membantu satu sama lain, selalu mendapatkan nilai A dan tentunya berprestasi karena IPK mereka tak pernah kurang dari 3.50. Mereka menjadi panutan bagi mahasiswa lain, teman di kelas mereka memuji karena kekompakan, dan dosen pun memuji nilai mereka. Dan julukan gank cupu itu pun hanyalah omongan yang lalu. Dan kini mereka dikenal sebagai sahabat yang solid, kompak, dan hebat. Mereka bisa seperti itu karena mereka bisa saling menghargai dan sepaham sehingga bisa nyaman untuk bersahabat. Kata yang tepat untuk mereka adalah tenang menghanyutkan.
          “Apa kalian itu sahabat yang nggak bisa dipisahkan?” tanya Dea salah satu mahasiswa.
          Dari pertanyaan itu membuat persahabatan mereka semakin akrab dan kompak. Mereka berjanji untuk tak menjadi sombong dan berusaha menyelesaikan semua permasalahan dengan tenang, bijak, dan saling mengingatkan apabila melakukan kesalahan.       
Berjalannya waktu Kevin mencoba membuka hati dan melupakan cinta pertamanya di SMA. Dan ternyata hati Kevin terpaut pada Dewi, salah satu temannya di kelas. Akhirnya mereka berpacaran. Kevin bingung pada dirinya mengapa bisa dia berpacaran dengan Dewi, yang bukan tipe idamannya. Sifat Dewi yang cerewet dan kurang bisa bergaul dengan teman membuat sahabat-sahabat Kevin kurang setuju.
          Kevin berusaha keras merubah sifat Dewi yang buruk, agar dia bisa dihargai orang lain. Meskipun usaha Kevin kadang membuat Dewi salah paham, tapi Kevin tetap bersabar.
          “Dew, mbok kamu jangan gitu kalau teman kok cuman diem, nggak baik tahu. Kalau ketemu orang yang dikenal itu disapa.” nasihat Kevin
          “Lho kenapa sih kamu Kak? lebih penting temen apa aku nih?”
          “Kamu malah jadi salah paham maksud ku bagi biar kamu bisa dihargai orang lain. Gini kamu bisa ngehargai aku, kamu juga harus bisa ngehargai temen-temen ku.”
          “Oke aku mau berusaha buat kamu!”
          Usaha Kevin tak sia-sia Dewi bisa berubah menjadi lebih baik. Dewi bisa menjadi menerima semua sahabat Kevin, Dewi juga bersahabat dengan teman-teman Kevin, bahkan sesekali Dewi memberi bingkisan kecil untuk adik Kevin.
          Suatu kali saat Dewi ingin pulang ke Bandung, Dewi meminta Kevin untuk menemaninya mengantar ke stasiun. Tapi, ternyata Kevin mendapat kabar dari keluarga di Boyolali bahwa ada kerabat yang meninggal. Kevin memutuskan untuk segera pulang.
          “Kak, aku nanti mau pulang Bandung anterin ke stasiun ya aku mau naik kereta aja.” pinta Dewi dengan manja.
          “Tapi maaf Dew, aku baru aja dapet telepon dari bunda ku saudara nenek ada yang meninggal. Tenang aja aku dah minta tolong Satria buat nganterin kamu kok Dew. Maaf banget Beb!”
          “Kak, kok kamu gitu sih. Paling aku cuman bentar kok.”
          “Kamu jangan egois dong, kan baru kali aja aku nggak bisa nganter kamu. Maaf aku harus pulang ke Boyolali sekarang.” kata Kevin berlalu dari hadapan Dewi.
          Dari semenjak itu Kevin merasa Dewi kembali ke sifatnya terdahulu, manja dan egois. Selama Kevin berada di rumah Kevin tidak berkomunikasi dengan Kevin.
          Tepat hari Senin Kevin kembali ke Jogja seperti biasa untuk kuliah dan menyelesaikan tugas dari dosen. Kevin mencoba memperbaiki hubungannya dengan Dewi. Mereka berjanji bertemu di perpustakaan kampus.
          “Hallo Dew, kamu dah nggak marah sama aku kan? ngerjain tugas dari Profesor Daliman!”
          “Biasa aja kok Kak, ketemu-ketemu ngerjain tugas mending blanja aja ke Amplaz!”
          “Kamu itu hobby nya belanja, cewek itu harus bisa atur uang! bukannya 3 hari yang lalu sebelum aku pulang ke Boyolali kita baru aja dari sana.”
          “Nggak kak aku cuman mau beli manik-manik kecil buat adek kamu.”
          “Udah cukup yang kemaren itu aja, aku tahu itu pake uang kamu. Tapi, aku nggak suka cara kamu kayak gitu. Kita itu baru pacaran.” kata Kevin kesal
          Semua semakin terasa buruk, hampir setiap hari mereka bertengkar karena permintaan Dewi yang manja dan kekanak-kanakan. Hingga suatu kali permintaan Dewi yang egois ditolak Kevin. Dewi meminta putus dari Kevin.
          “Kak, jalan yuk! pengen beli baju yang kita lihat kemaren di Malioboro! udah deh tugasnya nanti aja.”
          “Deadlinenya besok Dewi sayang!”
          “Sekarang kamu nyebelin banget to Kak, diajak ke sana bentar nggak mau. Kapan kita bisa jalan bareng tiap hari kayak dulu lagi. Kangen kamu yang dulu,”
          “Lha kamu mau gimana? kita sekarang dah semester enam. Aku mau mempersiapkan tema buat skripsi. Kita di sini tujuannya emang buat kuliah to? jadi maaf kalau sekarang aku kayak gini!”
          “Oke Kak, sekarang kita PUTUS!!!”
          “Terserah kamu kalau mau kamu kayak gitu....”
          Kevin sudah sangat kesal terhadap kelakukan Dewi yang minta terus perhatian. Sebagai lelaki yang telah berusia 20 tahun yang punya  prinsip hidup apa yang menjadi ucapan itu keputusan dari hati. Apa yang diucapkan Dewi hanya sebuah gertakan, tapi bagi Kevin itu adalah keputusan akhir.
          Dewi memaksa Kevin untuk kembali seperti dulu. Tapi itu adalah keputusan akhir bagi Kevin. Setiap hari Dewi menemui Kevin di kostnya sambil menangis dan mengancam bunuh diri.
          “Kak, aku nggak mau putus! aku cuman bercanda aja..hikshiks” pinta Dewi
          “Tapi itu kan yang kamu mau, kamu sendiri yang minta kan. Kita udah nggak sepaham dek. Kita udah frontal!”
          “Tapi Kak,...”
          “Kamu pulang aja dulu, kita tenangin hati dan pikiran dulu.”
          Setiap hari Sabtu Kevin kembali ke rumah, karena tak ada lagi mata kuliah. Dewi selalu menelpon Kevin, menangis dan menangis. Bahkan Dewi meminta Kevin mendengarkan dirinya mengaji,
          “Hallo kak, kamu tahu nggak yang aku rasain saat ini, aku sedih banget. Kenapa bisa kayak gini sih. Bissmillahirohmannirohim, Aliflamin, Hudalillmutakin.........”
          “Dek, dek? Astagfiruallahadzim. Kamu nggak boleh kayak gini cuman gara-gara aku.”
          Hati Kevin semakin tertekan, dia merasa sangat bersedih karena membuat Dewi menjadi terpuruk. Dia pun berfikir apalagi mereka lebih lama bersama dan akhirnya putus di tengah jalan akan lebih menyakitkan hati Dewi. Kevin memutuskan menemui Dewi di kampus.
          “Dek, maafin aku selama ini aku egois dan nggak bisa ngertiin kamu, bahkan aku dah buat kamu sakit hati. Kalau kita lebih lama berhubungan kalau pada akhirnya kita putus kamu akan tambah sakit lagi. Tolong kamu hargai keputusan aku. Kita udah nggak sepaham lagi adek. Kalau kita jodoh suatu saat nanti berjodoh kita akan bersatu lagi..”
          “Mungkin yang kakak omongin bener, semua akan indah pada waktunya. Maafin aku juga kak yang manja dan terlalu banyak nuntut.”
          Keputusan akhir yang baik untuk mereka adalah putus. Mereka tetap menjaga hubungan baik diantara mereka, dan menjadi kakak-adik saja. Waktu terus berjalan, mereka telah memasuki semester tujuh. Dewi telah menemukan kekasih baru. Sedangkan Kevin masih sendiri, ia tak ingin terlalu cepat menjalin hubungan, ia takut semua kandas di jalan.
          Kevin mencoba membuka hati untuk wanita lain. Hingga Kevin bertemu dengan Dila, mahasiswa jurusan akutansi berpredikat mahasiswa terpintar di kampus tersebut. Pertemuan mereka menimbulkan benih-benih cinta, mereka  rajin pergi ke perpustakaan bersama untuk mengerjakan skripsi masing-masing. Sehingga mereka dikira pacaran oleh teman-teman di kampus. Kebersamaan mereka hanya sekejap saja, terakhir mereka bertemu saat mereka duduk bersamping di wisuda mereka. Mereka bisa duduk bersampingan saat wisuda meskipun jurusan mereka berbeda jurusan karena mereka meraih predikat coumlaude. Mulai saat itu Kevin dan Dila tak pernah bertemu, apalagi berkomunikasi.
          Kevin berfikir semua akan indah suatu saat nanti. Cinta akan ia pertemukan suatu saat nanti. Karena jodoh, maut, dan rizki di tangan Allah. Biar waktu yang akan menjawab semuanya.
          Dan kini, Burung telah selesai bernyanyi, indah senja terlihat di ufuk barat. Entah sudah berapa lama Kevin duduk di pojok ruang kerja komputer. Letih tubuhnya, sesekali ia memejamkan mata dan merebahkan tubuhnya ke kursi panjang konu itu. Tak sekali pun ia selalu melewatkan waktu duduk di situ. Maklumlah Kevin saat ini sedang sibuk mencari kerja, menulis surat lamaran, mencari info kerja lewat browsing, koran dan memasukkan lamaran kerja ke kantor pos. Tiba-tiba telepon genggamnya berbunyi, krik-krik ada sebuah SMS masuk bernamakan Mutual Plus. “Selamat saudara Kevin Kharisma, S. Pd anda diterima menjadi costumer servis di Bank Rakyat Indonesia. Diharap kedatangannya pada Kamis, 28 April 2011 pukul 09.00 WIB untuk melakukan pembekalan”. Terimakasih.

By: July Iswara.




25 Juli, 2011

puisi karya WS Rendra

Sajak Sebatang Lisong

menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya
mendengar 130 juta rakyat
dan di langit
dua tiga cukung mengangkang
berak di atas kepala mereka

matahari terbit
fajar tiba
dan aku melihat delapan juta kanak - kanak
tanpa pendidikan

aku bertanya
tetapi pertanyaan - pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet
dan papantulis - papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan

delapan juta kanak - kanak
menghadapi satu jalan panjang
tanpa pilihan
tanpa pepohonan
tanpa dangau persinggahan
tanpa ada bayangan ujungnya
..........................

menghisap udara
yang disemprot deodorant
aku melihat sarjana - sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiunan

dan di langit
para teknokrat berkata :

bahwa bangsa kita adalah malas
bahwa bangsa mesti dibangun
mesti di up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor

gunung - gunung menjulang
langit pesta warna di dalam senjakala
dan aku melihat
protes - protes yang terpendam
terhimpit di bawah tilam

aku bertanya
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair - penyair salon
yang bersajak tentang anggur dan rembulan
sementara ketidak adilan terjadi disampingnya
dan delapan juta kanak - kanak tanpa pendidikan
termangu - mangu di kaki dewi kesenian

bunga - bunga bangsa tahun depan
berkunang - kunang pandang matanya
di bawah iklan berlampu neon
berjuta - juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau
menjadi karang di bawah muka samodra
.................................

kita mesti berhenti membeli rumus - rumus asing
diktat - diktat hanya boleh memberi metode
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan
kita mesti keluar ke jalan raya
keluar ke desa - desa
mencatat sendiri semua gejala
dan menghayati persoalan yang nyata

inilah sajakku
pamplet masa darurat
apakah artinya kesenian
bila terpisah dari derita lingkungan
apakah artinya berpikir
bila terpisah dari masalah kehidupan

RENDRA
( itb bandung - 19 agustus 1978 )





Sajak Orang Lapar

kelaparan adalah burung gagak
yang licik dan hitam
jutaan burung-burung gagak
bagai awan yang hitam


o Allah !
burung gagak menakutkan
dan kelaparan adalah burung gagak
selalu menakutkan
kelaparan adalah pemberontakan
adalah penggerak gaib
dari pisau-pisau pembunuhan
yang diayunkan oleh tangan-tangan orang miskin


kelaparan adalah batu-batu karang
di bawah wajah laut yang tidur
adalah mata air penipuan
adalah pengkhianatan kehormatan


seorang pemuda yang gagah akan menangis tersedu
melihat bagaimana tangannya sendiri
meletakkan kehormatannya di tanah
karena kelaparan
kelaparan adalah iblis
kelaparan adalah iblis yang menawarkan kediktatoran


o Allah !
kelaparan adalah tangan-tangan hitam
yang memasukkan segenggam tawas
ke dalam perut para miskin


o Allah !
kami berlutut
mata kami adalah mata Mu
ini juga mulut Mu
ini juga hati Mu
dan ini juga perut Mu
perut Mu lapar, ya Allah
perut Mu menggenggam tawas
dan pecahan-pecahan gelas kaca


o Allah !
betapa indahnya sepiring nasi panas
semangkuk sop dan segelas kopi hitam


o Allah !
kelaparan adalah burung gagak
jutaan burung gagak
bagai awan yang hitam
menghalang pandangku
ke sorga Mu




Sajak Rajawali

sebuah sangkar besi
tidak bisa mengubah rajawali
menjadi seekor burung nuri

rajawali adalah pacar langit
dan di dalam sangkar besi
rajawali merasa pasti
bahwa langit akan selalu menanti

langit tanpa rajawali
adalah keluasan dan kebebasan tanpa sukma
tujuh langit, tujuh rajawali
tujuh cakrawala, tujuh pengembara

rajawali terbang tinggi memasuki sepi
memandang dunia
rajawali di sangkar besi
duduk bertapa
mengolah hidupnya

hidup adalah merjan-merjan kemungkinan
yang terjadi dari keringat matahari
tanpa kemantapan hati rajawali
mata kita hanya melihat matamorgana

rajawali terbang tinggi
membela langit dengan setia
dan ia akan mematuk kedua matamu
wahai, kamu, pencemar langit yang durhaka

18 Juli, 2011

Chairil Anwar

Chairil Anwar dilahirkan di Medan, 26 Julai 1922. Dia dibesarkan dalam keluarga yang cukup berantakan. Kedua ibu bapanya bercerai, dan ayahnya berkahwin lagi. Selepas perceraian itu, saat habis SMA, Chairil mengikut ibunya ke Jakarta. Semasa kecil di Medan, Chairil sangat rapat dengan neneknya. Keakraban ini begitu memberi kesan kepada hidup Chairil.


Dalam hidupnya yang amat jarang berduka, salah satu kepedihan terhebat adalah saat neneknya meninggal dunia. Chairil melukiskan kedukaan itu dalam sajak yang luar biasa pedih:

Bukan kematian benar yang menusuk kalbu/ Keridlaanmu menerima segala tiba/ Tak kutahu setinggi itu atas debu/ Dan duka maha tuan bertahta

Sesudah nenek, ibu adalah wanita kedua yang paling Chairil puja. Dia bahkan terbiasa membilang nama ayahnya, Tulus, di depan sang Ibu, sebagai tanda menyebelahi nasib si ibu. Dan di depan ibunya, Chairil acapkali kehilangan sisinya yang liar. Beberapa puisi Chairil juga menunjukkan kecintaannya pada ibunya.

Sejak kecil, semangat Chairil terkenal kedegilannya. Seorang teman dekatnya Sjamsul Ridwan, pernah membuat suatu tulisan tentang kehidupan Chairil Anwar ketika semasa kecil. Menurut dia, salah satu sifat Chairil pada masa kanak-kanaknya ialah pantang dikalahkan, baik pantang kalah dalam suatu persaingan, maupun dalam mendapatkan keinginan hatinya. Keinginan dan hasrat untuk mendapatkan itulah yang menyebabkan jiwanya selalu meluap-luap, menyala-nyala, boleh dikatakan tidak pernah diam.

Rakannya, Jassin pun punya kenangan tentang ini. “Kami pernah bermain bulu tangkis bersama, dan dia kalah. Tapi dia tak mengakui kekalahannya, dan mengajak bertanding terus. Akhirnya saya kalah. Semua itu kerana kami bertanding di depan para gadis.”

Wanita adalah dunia Chairil sesudah buku. Tercatat nama Ida, Sri Ayati, Gadis Rasyid, Mirat, dan Roosmeini sebagai gadis yang dikejar-kejar Chairil. Dan semua nama gadis itu bahkan masuk ke dalam puisi-puisi Chairil. Namun, kepada gadis Karawang, Hapsah, Chairil telah menikahinya.

Pernikahan itu tak berumur panjang. Disebabkan kesulitan ekonomi, dan gaya hidup Chairil yang tak berubah, Hapsah meminta cerai. Saat anaknya berumur 7 bulan, Chairil pun menjadi duda.

Tak lama setelah itu, pukul 15.15 WIB, 28 April 1949, Chairil meninggal dunia. Ada beberapa versi tentang sakitnya. Tapi yang pasti, TBC kronis dan sipilis.

Umur Chairil memang pendek, 27 tahun. Tapi kependekan itu meninggalkan banyak hal bagi perkembangan kesusasteraan Indonesia. Malah dia menjadi contoh terbaik, untuk sikap yang tidak bersungguh-sungguh di dalam menggeluti kesenian. Sikap inilah yang membuat anaknya, Evawani Chairil Anwar, seorang notaris di Bekasi, harus meminta maaf, saat mengenang kematian ayahnya, di tahun 1999, “Saya minta maaf, karena kini saya hidup di suatu dunia yang bertentangan dengan dunia Chairil Anwar.”

Berikut ini adalah salah satu puisi karya chairil anwar yang terkenal berjudul "AKU"

AKU

Oleh :
Chairil Anwar
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu-sedan itu
Aku ini binatang jalan
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Pembangoenan,
No. 1, Th. I
10 Desember 1945